Kamis, 01 Oktober 2015

99 cahaya di langit Eropa" sebuah potret perjalanan sejarah islam di tanah biru

Sabtu 14 Desember 2013 atau tepatnya malam minggu gue pergi nonton bareng Film "99 Cahaya di langit Eropa" sebuah kisah perjalanan seorang muslimah yang sempat berkeliling 3 tahun di berbagai kota bersejarah di tanah biru, Eropa. berbagai gambaran tentang masa kekhalifaan Utsmaniah atau lebih dikenal dengan nama Kekaisaran Ottoman, sampai kejayaan Islam di Cordoba dan Andalusia.
Sayangnya karena keterbatasan durasi dan lain-lain pada Film, akhirnya terdapat minus pada pengembangan karakter pemain dan pesan positif yang terkandung di dalam novelnya juga nggak bisa tersampaikan dengan baik. tapi tetap masih memberikan efek yang cukup besar buat penonton, mulai dari timbul keinginan untuk jalan-jalan ke Eropa sampe pengen cepet kawin biar ada yang masakin ikan Asin #efekFilm

 

Dan Akhirnya kesan temen gue yang nonton film tapi belum baca Novelnya ngerasa bingung atau ngerasa gak dapet nilai positifnya, karna itu untuk temen gue tersayang dan mungkin penonton lain yang merasakan hal yang sama, berikut ini adalah gambaran sebuah kilasan potret jejak perjalanan Islam di Kota Eropa yang kurang dapat dengan jelas disampaikan di dalam film :
WINA
Kara Mustafa Pasha, Seorang panglima perang dari Turki yang pernah menapakkan kaki di Wina untuk sebuah misi. Beliau pernah membawa pasukannya ke kota ini untuk mencoba menaklukkan kota sebagai ekspansi Islam ke Eropa pada masa kekaisaran Ottoman (kekhalifaan Utsmainah) di turki. Perang yang berlangsung pada September 1683 itu dikenal dengan Perang Wina. tapi upaya Kara Mustafa tidak membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan, bahkan kegagalannya disebut-sebut diabadikan dalam bentuk roti croissant (roti gandum berbentuk bulan sabit yang menyerupai simbol bendera Turki), ada yang bilang memakan Croissant sama dengan memakan (mengalahkan) Turki Ottoman. Setelah perang itu Kekaisaran Ottoman tidak lagi memiliki Adidaya dan pertempuran itu juga yang menandai titik balik konflik sepanjang 300 tahun antara Eropa Tengah dengan Kerajaan Ottoman. Di Wina ada sebuah museum yang mengabadikan lukisan Mustafa Pasha tepatnya di Wien Stadt Museum. Namun lukisan itu dipajang bukan layaknya sebuah foto Pahlawan tapi untuk menunjukkan kebencian orang Austria terhadap sosok Panglima perang itu. Di permukaan kanan atas lukisan ada tulisan dalam bahasa Jerman Kuno : grand vizier; Residenz Stadtwien; Belagert; Verlussr; modern (Panglima perang; masyarakat kota wina; mengepung; kehilangan/kerusakan; pembunuhan). pelukis mengatakan bahwa Kara Mustafa adalah panglima perang yang menggempur Wina dan mengakibatkan kerugian dan kematian. 
PARIS
Museum Lovre, salah satu musium terlengkap di dunia yang terdapat di paris ini memajang lukisan Bunda Maria dan Yesus, dimana di pinggiran kerudung Bunda Maria yang dipakainya terdapat lafaldz "La ilaha illallah", lafaldz tauhid islam, kok bisa ya? begini lah ceritanya, pada suatu hari di masa kejayaan Islam di Turki dulu orang Eropa yang suka terhadap seni sering berkunjung ke Turki untuk mendalami kesenian termasuk didalamnya melukis, di duga apa yang digoreskan oleh pelukis di lukisan bunda maria itu adalah ketidaksengajaan dan bagian dari seni melukis yang ia pelajari. lafadz "La illaha illallah" pada kerudung bunda maria dikenal dengan "kufic", kaligrafi Arab yang termodifikasi sedemikian rupa hingga terlihat berbeda dari tulisan yang sebenarnya. Untuk bisa membaca sebuah kufic dibutuhkan orang yang ahli.
Monumen Arc de Triomphe
Di Paris juga ada Monumen Arc de Triomphe yang memiliki garis lurus sempurna dengan Museum Louvre. Garis ini disebut Axe Historique atau garis imajiner yang tepat membelah kota paris, dan jika ditarik lurus tepat mengarah ke ka'bah di Mekkah. kenapa bisa? Konon ini merupakan bagian dari Napoleon Bonaparte terhadap peradaban Islam, ia amat terkesan dengan Islam dan seluk beluknya, meskipun secara tradisional Perancis adalah musuh bebuyutan seluruh imperium Islam sejak Perang Salib. Namun pengangkatannya sebagai Kaisar Perancis memungkinkannya mengimplementasikan kekagumannya dalam berbagai aspek penyusunan tata kota Paris, termasuk pembangunan Monumen Arc de Triomphe.
Kelurusan Monumen Arc de Triomphe terhadap arah Kiblat
Mihrab Mezquita Cathedral,
Cordoba
CORDOBA - SPANYOL
Kota Seribu Cahaya yang disandang oleh kota perancis karena kemegahannya di malam hari, terlebih dahulu adalah julukan yang diberikan kepada Cordoba, karena kemajuan kota itu pada masa kejayaan Islam. Pada malam hari jalanan kota Cordoba dihiasi dengan lampu-lampu yang megah hingga membuat Cordoba terlihat indah dimalam hari. sewaktu itu belum ada kota di Eropa yang mampu menandingi kemegahan dan keindahan kota ini. Di kota ini pernah ada perpustakaan yang sangat besar. semua manuskrip tentang ilmu pengetahuan dan kitab disimpan disini dan menjadikan rujukan utama bagi peradaban saat itu. Kota ini adalah saksi sejarah dimana ilmu pengetahuan dan agama dapat bersanding dengan begitu serasinya. Dan kemudian munculah para ilmuwan-ilmuwan Islam seperti Ibnu rush atau yang lebih dikenal dengan nama Averrous oleh orang barat, dan masih banyak lagi ilmuwan Islam yang lainnya, sehingga teknologi berkembang dengan pesat di kota ini. Hal ini yang membuat cemburu kota-kota tetangga. Semua penduduknya hidup dalam keadaan makmur. Hingga ketika kota ini harus hancur dan jatuh ke tangan tentara salib karena pertikaian internal yang ada. perpustakaan itu pun dibakar dan manuskrip yang berisi ilmu pengetahuan dicuri oleh tentara perang.
Satu hal lagi yang menarik dari kota Cordoba ini adalah Gereja Mezquita Cathedral, Gereja ini dahulunya adalah Masjid yang besar di tanah Eropa yang didirikan pada tahun 785 oleh Abdurahma I dari dinasti Umayyah. Yang menarik adalah posisi Mihrab Masjid ini tidak tepat mengarah ke Ka'bah, alasannya? karna ternyata pendiri masjid ini adalah orang yang toleran. Di samping masjid ini ada Gereja, sehingga dengan alasan agar tidak mengganggu gereja tersebut maka Mihrab dibuat tidak menghadap ke kiblat alias agak menyimpang dari arah yang seharusnya. walaupun begitu tentu saja shalat di masjid ini tetaplah menghadap kiblat. sampai saat ini Mihrab di masjid masih dijaga dengan baik sebagai bukti sejarah Islam. Tapi sayangnya masjid ini sudah tidak bisa lagi digunakan untuk shalat karena telah beralih fungsi menjadi gereja katedral.
Itulah kilasan singkat yang harusnya bisa disampaikan di dalam film "99 Cahaya di langit Eropa" part 1, semoga saja bisa melengkapi informasi positif yang hanya disampaikan dengan senyuman oleh ahli sejarah (Marion) di dalam film, dan untuk yang nemenin gue nonton, semoga gak kapok untuk tetep nemenin gue nonton 99 Cahaya di langit Eropa" part 2 ya.. karna nanti di Part-2 akan ada keindahan kota Cordoba, Granada dan Istambul (Turki).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar